Perkembangan TVET di Eropa

Prof. Dr. Frank Bünning dari The Otto-von-Guericke University Magdeburg, Jerman, memberikan kuliah umum kepada dosen dan mahasiswa tentang “Perkembangan Technical and Vocational Education and Training (TVET) di Jerman & Eropa” bertempat di Ruang Sidang Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta (20/03/2014). Profesor dengan background teknik sipil dan bahasa inggris ini menjelaskan bahwa ada empat model Pendidikan vokasi dengan merujuk pada Grollmann & Rauner. “Model yang pertama melalui sistem perekrutan praktisi yang memililiki keahlian pada bidang tertentu yang kemudian mendapatkan pelatihan tentang manajemen pendidikan dan pengajaran untuk memeperoleh sertifikat mengajar”, ujar Prof. Dr. Frank Bünning. “Model pertama ini banyak dijumpai di Austria dan Denmark”, imbuhnya.

Kemudian model kedua dijalankan melalui serangkaian pembelajaran seperti pada level Sarjana maupun Diploma hingga diperoleh kualifikasi tertentu sesuai dengan program pembelajaran yang telah disusun. Model jenis ini banyak ditemui di Turki ataupun Kanada”, bebernya.

“Model ketiga didasarkan pada sistem pembelajaran untuk memperoleh gelar sarjana maupun master. Seringkali subject pembelajaran berasal dari bidang bisnis maupun keteknikaan dengan ditambahkan pembelajaran vokasional seperti yang dijalankan di Finlandia”, tuturnya.

Sementara itu model keempat merupakan integrasi dari konsepsi disiplin-disiplin vokasi yang mengedepankan pembelajaran dengan landasan kebutuhan dunia kerja dan pengembangan kompetensi. Model ini lah yang dikembangkan di Jerman dan beberapa negara lainnya seperti Kroasia dan Cina.

Di Jerman sendiri untuk menjadi seorang guru bidang vokasi diperlukan setidaknya 7 tahun dengan menempuh studi pada kompetensi bidang, pendidikan umum serta pendidikan vokasi serta beberapa kali proses magang imbuhnya.

Maka dari itu, tidak mengherankan bila pendidik bidang vokasi di Jerman mendapat gaji yang cukup tinggi”, bebernya.

Prof. Dr. Frank Bünning  menambahkan bahwa memang integrasi TVET di tiap negara memang masih berbeda-beda, contohnya di tempat kami (The Otto-von-Guericke University Magdeburg-Jerman) TVET berada dibawah Faculty of Human Sciences sementara di UNY berada dibawah Fakultas Teknik.  “Bahkan dinegara lain TVET ada juga yang  dimasukkan dalam fakultas ilmu pendidikan”, bebernya.

Namun, perbedaan-perbedaan tersebut dapat diseragamkan bila praktisi-praktisi pendidikan vokasi mengacu pada Kurikulum Framework dari UNESCO. Kerangka internasional TVET dari UNESCO bertujuan untuk mensinergikan kriteria-kriteria pendidikan dan pengajaran untuk tenaga profesional sebagai pijakan awal dan keberlanjutan TVET”, tutupnya. (hryo)

 

Indonesian

JURNAL